Advertise Your Business Here

Friday, July 2, 2010

Think Freely, Speak Loudly and Act Respectably! (Part 1 – Islam Dan Semangat Liberalismenya)

Follow m_syahreza on Twitter
Sebelumnya saya mau mengatakan apa yang melatari penulisan tulisan singkat ini. Bahwa pada hakikatnya, siapa saja yang menghendaki hatinya berkata jujur pasti akan membawa dirinya senantiasa berpihak pada kebenaran dan kebaikan. Dan sejatinya, hanya akal yang masih sehat sajalah yang mampu membuat hati dapat berkata jujur. Sejujurnya saya pastikan, akal sehat hanya akan hadir apabila ia dibiarkan berkelana mencari jati diri kebenaran sebebas-bebasnya tanpa kungkungan yang membatasi dan mengerdilkan. Inilah titik tolak saya menulis tulisan ini yang membuat saya senantiasa bergairah menyuarakan apa yang menurut saya benar dan berguna.

Berangkat dari sebuah status di Facebook yang saya update karena diinspirasi oleh isi tweet seorang intelektual muslim muda di Twitter pada suatu malam yang kemudian mendapat respon cukup menggelitik dari seorang sahabat perempuan saya yang dengan kritis menyentil idealisme pemikiran saya selama ini.

Kira-kira begini isi status saya tersebut:
“…Negara ini melindungi kebebasan berpendapat, berkeyakinan dan berideologi. Tapi tidak untuk tindakan KEKERASAN. Negara harus tegas menindak perilaku buruk ormas yang melegalkan kekerasan sebagai gerakannya!!”

Dan berikut komentar sahabat saya itu:
“…Mohon maaf, menurut saya jauh lebih mencoreng Islam liberal dibanding FPI. Liberal merusak otak anda menjadi anti Quran.”

Lalu kenapa saya bilang cukup menggelitik, karena setidaknya ada 3 (tiga) hal yang menjadi perhatian saya dari komentarnya tersebut sehingga saya berpikir untuk menelaahnya lebih lanjut. Pertama, mungkin sahabat saya itu hendak mengatakan bahwa pemikiran ala liberalisme patut diwaspadai dan dianggap lebih berbahaya dibanding tindakan anarkis yang dilakukan ormas sejenis FPI tetapi sayangnya tidak disertai alasan dan argumentasi serta bukti yang kuat-akurat, mungkin dikarenakan keterbatasan yang dimiliki Facebook. Kedua, sahabat saya itu telah keliru memahami bahwa dalam Liberalisme itu sendiri terdapat setidaknya 2 (dua) aliran yang berbeda dilihat dari konteks pemikirannya. Ada pemikiran pembebasan dan ada pemikiran kebebasan. Dan, lagi-lagi sayangnya, sahabat saya itu memukul rata paham yang sejatinya liberalisme itu menyemangati setiap sendi nilai-nilai keberagamaan. Lalu yang ketiga, sahabat perempuan saya tersebut mungkin lupa akan 2 (dua) hal untuk kembali menelaah nilai-nilai kandungan isi Quran dan mencari tahu lebih banyak lagi mengenai paham liberal khususnya Liberalisme Islam.

Pada konteks ini, dari awal saya menekankan isu KEKERASAN yang kerap terjadi belakangan ini, yang ironisnya hampir semua berlatar ideologi keagamaan. Untuk segala macam alasan, Kekerasan dan Anarkisme tidak pernah mendapatkan tempat di tengah-tengah perikehidupan bangsa dan masyarakat di mana pun. Ia tidak dapat diterima dan tidak pernah dapat diterima oleh akal sehat. Kekerasan hanya akan menimbulkan kerugian dan kemudharatan semata. Dan saya sungguh meyakini, tidak ada satu pun ayat di Quran yang menganjurkan umat manusia untuk berbuat pengrusakan dan anarkisme untuk apa pun alasannya. Justru Islam hadir untuk menjadi solusi dan bukan persoalan, apalagi menjadi menjadi bagian dari pengrusakan tersebut. Konsep keberagamaan dalam Islam jelas, yakni menjadi agama yang Rahmatan Lil ‘alamiin atau ‘blessing for all’ dalam bahasa awam yang mudah saya pahami.

Konsep Islam yang indah ini yang justru dilabrak habis-habisan oleh (oknum) FPI dalam hampir setiap pergerakannya. Islam menjadi tidak elok lagi bila sudah digunakan oleh FPI dalam menjalankan aksi-aksinya yang cenderung brutal dan kurang bersahabat. Citra Islam jadi tercoreng. Sudahlah Islam dianggap agama terorisme, ditambah lagi dengan perangai yang ditampakkan FPI, sungguh apa lagi yang hendak dibanggakan dari agama Islam yang hakikatnya indah dan cinta damai ini?

Yang dikatakan sahabat saya tersebut membuat saya merenung dan kembali mengkritisi idealisme saya terhadap pola berpikir saya selama ini. Jangan-jangan saya sudah terjebak pada pola pemikiran yang salah dan otak saya telah benar-benar rusak. Terlebih saya khawatir komentar sahabat saya itu benar karena saya sudah anti Quran. Perenungan saya menggiring pada realita masyarakat kita. Saya bercermin pada realitas dan di sana saya mendapat jawabannya.

Mereka yang anti liberalisme cenderung menolak dianggap konservatif, fundamentalis apalagi anti-progresifitas. Mereka lebih menyukai disebut moderat. Tapi bukan itu persoalannya. Karena memang setiap orang berhak berdiri di posisi apa pun yang menurutnya benar. Yang justru jadi persoalan adalah saat orang-orang yang beraliran konservatif dalam pemikirannya ini tidak sesuai dengan dengan semangat kekonservatifannya. Dari realitas ini saja bisa diambil kesimpulan bahwa masyarakat kita sedang ragu dalam menentukan identitasnya, labil dan inkonsisten. Satu contoh sederhana saja misalnya saat seseorang yang berdiri di pihak konservatif memilih untuk berpacaran dengan dalih tidak apa-apa sepanjang pacarannya tahu batasan dan tidak melanggar aturan. Padahal, orang tersebut sesungguhnya sudah menjadi liberalis tanpa dia sadari dan dipertanyakan kekonservatifan pemikirannya karena sesungguhnya dia telah ber-ijtihad untuk dirinya sendiri. Kita semua tahu, dalam ajaran Islam tidak mengenal istilah pacaran, kan?

Kalau kita memandang Liberalisme dari sudut pandang Quran, sebenarnya itu justru akan memudahkan kita dalam memahami nilai Islam yang sesungguhnya. Liberalisme tidak anti terhadap Quran. Justru semua pemikiran yang terlahir dari paham liberalisme bersemangatkan keislaman dan sama sekali tidak bertentangan dengan Quran dan sunnah nabi karena memang ajaran Islam sendiri sangat membuka lebar-lebar umatnya untuk mengoptimalkan fungsi akal sehat dan hati nurani untuk bekerja mencari kebenarannya sendiri-sendiri. Liberalisme Islam sangat menentang segala bentuk kekerasan, anarkisme dan intimidasi. Setiap orang dihargai dan dijamin kebebasannya dalam memilih dan menentukan apa yang diyakininya benar selama itu mendatangkan kebaikan dan tidak merugikan orang lain. Ini jelas-jelas sejalan dengan ajaran Islam.

Liberalisme tidak pernah memelintir apalagi anti terhadap Quran, tetapi justru yang dilakukan adalah menafsir ulang kandungan Quran. Zaman berubah dan terus berubah, kalau pandangan mengenai agama tidak ikut disesuaikan, manusia hanya akan jadi makhluk usang yang terpojok dilindas zaman. Lagipula, kalau memang pemikiran liberalisme merusak otak, toh apa salahnya? Yang rusak itu kan otak sendiri, dan hal ini tentu tidak merugikan orang lain. Berbeda dengan apa yang dilakukan FPI. Mereka merusak tatanan sosial kemasyarakatan, dan banyak orang yang merugi akibat tindakannya itu. Mana yang lebih sejalan dengan ajaran Islam kalau begitu?

Maka dari itu saya menutup tulisan ini dengan satu harapan, semoga kelak di kemudian hari umat manusia semakin cerdas dalam memandang persoalan, jernih dalam menimbang dan mengambil keputusan agar tidak ada pihak yang tersakiti dan dirugikan. Untuk itu diperlukan cara berpikir yang tidak terpenjara agar bijaksana dalam melangkah dan berbicara, semangat menyuarakan kebenaran dengan suara lantang dan berperilaku beradab dengan menghormati orang lain terlebih dahulu, tidak menyakitinya serta menempatkan kepentingan bersama di atas segala-galanya. Saya meyakini satu hal, Islam dan semangat liberalismenya dapat menjadi solusi atas persoalan yang sedang dihadapi saat ini. Be liberal, in a good way of course…!

Be Wise, People! *jha2010

No comments:

Post a Comment